Pages

Senin, 14 Maret 2011


Judul: Apel Tak Lagi Berbuah Karena Cuaca yang Tak Menentu
BAB I  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kota Batu ialah kota yang terkenal dengan buah apelnya. Apel juga dijadikan sebagai maskot Kota Batu, Malang. Kota Batu juga termasuk salah satu pemasok terbanyak buah apel ke kota lain. Saat ini pasokan apel dari Kota Batu ke kota-kota lain mengalami penurunan, sehingga berpengaruh pada lonjakan harga apel di pasaran. Apelnya juga tidak begitu bagus seperti sebelumnya. Apel tersebut seperti tidak tumbuh atau menjadi apel yang kerdil dan tampak ada bintik-bintik di apel yang menjadikan apel tersebut terlihat jelek dan buruk. Padahal petani-petani apel sudah berusaha semaksimal mungkin agar apel yang dirawatnya berbuah bagus dan banyak. Akan tetapi, usaha mereka tidak berbuah apa-apa. Mereka hanya bisa pasrah dengan kondisi tersebut. Dengan terjadinya kondisi yang seperti ini, ekonomi para petani menjadi menurun dan jika lama-kelamaan hal ini tidak dapat diatasi atau tidak ada solusi dan pemecahan masalah, bisa jadi para petani apel gulung tikar dan mencari mata pencaharian yang lain. Entah bekerja di pabrik, perusahaan, dan kantor. Jadi, pemerintah harus bekerja keras untuk menciptakan atau membuka lahan pekerjaan yang baru untuk petani. Apabila hal ini tidak bisa teratasi oleh pemerintah akan menimbulkan bertambahnya ttingkat kemiskinan penduduk yang bergantung pada perkebunan apel.
Para petani mengeluh karena turunnya produksi apel. Hal tersebut dikarenakan para petani generasi sekarang kurang memahami hal-hal dalam mengelola apel dengan baik. Agar tercipta apel dengan produksi dan kualitas yang tinggi. Dan para petani harus memperhatikan teknik menanam apel dan komposisi obat-obatan yang diperlukan. Dan mengusahakan memakai obat-obatan yang alami agar tidak merusak atau menghilangkan kadar hara dalam tanah. Juga karena terjadinya cuaca yang extreme atau tidak menentu.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apakah di Dusun Junggo tepatnya di RT: 02/ RW: 10 tingkat produksi apel mengalami penurunan?
b.      Apa yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi apel di Dusun Junggo RT: 02/ RW: 10?
c.       Bagaimana cara atau solusi untuk meningkatkan kembali produksitas buah apel yang berada di Dusun Junggo RT: 02/ RW:10?
d.      Apakah dari kejadian menurunnya produksitas buah apel tersebut menyebabkan para petani apel berpindah mencari mata pencaharian lain?

C.    Batasan Masalah
Berdasarkan Latar belakang dan rumusan masalah, maka penulis membatasi masalah produksi buah apel di Dusun Junggo Rt: 02/ RW: 10.
D.    Tujuan Penulisan
a.       Sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup kelas IX Semester II, tahun pelajaran 2010/2011.
b.      Untuk mengetahui masalah dan memberi solusi terkait dengan produksitas apel yang mengalami penurunan lantaran cuaca yang tudak menentu.

E.     Sistematika Penulisan

1.      Pengamatan
            Penulis melakukan pengamatan atau observasi pada kebun apel yang ada di daerah Junggo, RT:02/ RW: 10, untuk mengetahui fakta yang ada atau yang sedang terjadi tentang produksitas apel yang mengalami penurunan.
2.      Kajian Pustaka
Mengkaji atau mengkaitkan buku-buku, sumber lainnya (koran, dan lain-lain), dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan judul. Yaitu, produksitas apel yang mengalami penurunan.













BAB II KAJIAN TEORI
1. Sejarah Singkat
Apel merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia Barat dengan iklim sub tropis. Di Indonesia apel telah ditanam sejak tahun 1934 hingga saat ini.
2. Jenis Tanaman
Menurut sistematika, tanaman apel termasuk dalam:
1) Divisio : Spermatophyta
2) Subdivisio : Angiospermae
3) Klas : Dicotyledonae
4) Ordo : Rosales
5) Famili : Rosaceae
6) Genus : Malus
7) Spesies : Malus sylvestris Mill
Dari spesies Malus sylvestris Mill ini, terdapat bermacam-macam varietas yang memiliki ciri-ciri atau kekhasan tersendiri. Beberapa varietas apel unggulan antara lain: Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess Noble dan Wangli/Lali jiwo.
3. Manfaat Tanaman
Buah apel banyak mengandung vitamin B dan juga vitamin C yang sangat baik untuk kesehatan. Selain dikonsumsi dalam bentuk buah segar, sekarang ini buah apel sudah dikembangkan pengolahannya menjadi bermacam-macam bentuk seperti kripik apel, sirup apel, dodol apel, dan lain-lain. Selain itu apel kerap menjadi pilihan para pelaku diet sebagai makanan substitusi.

4. Sentra Penanaman
Di Indonesia, apel dapat tumbuh dan berbuah baik di daerah dataran tinggi. Sentra produksi apel di adalah Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan (Nongkojajar), Jatim. Di daerah ini apel telah diusahakan sejak tahun 1950, dan berkembang pesat pada tahun 1960 hingga saat ini. Selain itu daerah lain yang banyak dinanami apel adalah Jawa Timur (Kayumas-Situbondo, Banyuwangi), Jawa Tengah (Tawangmangu), Bali (Buleleng dan Tabanan), Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Sedangkan sentra penanaman dunia berada di Eropa, Amerika, dan Australia.
5. Syarat Tumbuh

5.1. Iklim
1) Curah hujan yang ideal adalah 1.000-2.600 mm/tahun dengan hari hujan 110-150 hari/tahun. Dalam setahun banyaknya bulan basah adalah 6-7 bulan dan bulan kering 3-4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat berbunga akan menyebabkan bunga gugur sehingga tidak dapat menjadi buah.
2) Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50-60% setiap harinya, terutama pada saat pembungaan.
3) Suhu yang sesuai berkisar antara 16-27 derajat C.
4) Kelembaban udara yang dikehendaki tanaman apel sekitar 75-85%.
5.2. Media Tanam
1) Tanaman apel tumbuh dengan baik pada tanah yang bersolum dalam, mempunyai lapisan organik tinggi, dan struktur tanahnya remah dan gembur, mempunyai aerasi, penyerapan air, dan porositas baik, sehingga pertukaran oksigen, pergerakan hara dan kemampuan menyimpanan airnya optimal.
2) Tanah yang cocok adalah Latosol, Andosol dan Regosol.
3) Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk tanaman apel adalah 6-7 dan kandungan air tanah yang dibutuhkan adalah air tersedia.
4) Dalam pertumbuhannya tanaman apel membutuhkan kandungan air tanah yang cukup.
5) Kelerengan yang terlalu tajam akan menyulitkan perawatan tanaman, sehingga bila masih memungkinkan dibuat terasering maka tanah masih layak ditanami.
5.3. Ketinggian Tempat
Tanaman apel dapat tumbuh dan berbuah baik pada ketinggian 700-1200 m dpl. dengan ketinggian optimal 1000-1200 m dpl.
6. Pedoman Budidaya

6.1. Pembibitan
Perbanyakan tanaman apel dilakukan secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan yang baik dan umum dilakukan adalah perbanyakan vegetatif, sebab perbanyakan generatif memakan waktu lama dan sering menghasilkan bibit yang menyimpang dari induknya. Teknik perbanyakan generatif dilakukan dengan biji, sedangkan perbanyakan vegetatif dilakukan dengan okulasi atau penempelan (budding), sambungan
(grafting) dan stek.
1) Persyaratan Benih
Syarat batang bawah : merupakan apel liar, perakaran luas dan kuat, bentuk pohon kokoh, mempunyai daya adaptasi tinggi. Sedangkan syarat mata tunas adalah berasal dari batang tanaman apel yang sehat dan memilki sifat-sifat unggul.
2) Penyiapan Benih
Penyiapan benih dilakukan dengan cara perbanyakan batang bawah dilakukan langkah-langkah sebagai beriku t:
a) Anakan / siwilan
1. Ciri anakan yang diambil adalah tinggi 30 cm, diameter 0,5 cm dan kulit batang kecoklatan.
2. Anakan diambil dari pangkal batang bawah tanaman produktif dengan cara menggali tanah disekitar pohon, lalu anakan dicabut beserta akarnya secara berlahan-lahan dan hati-hati.
3. Setelah anakan dicabut, anakan dirompes dan cabang-cabang dipotong, lalu ditanam pada bedengan selebar 60 cm dengan kedalaman parit 40 cm.
b) Rundukan (layering)
1. Bibit hasil rundukan dapat diperoleh dua cara yaitu:
- Anakan pohon induk apel liar: anakan yang agak panjang direbahkan melekat tanah, kemudian cabang dijepit kayu dan ditimbun tanah; penimbunan dilakukan tiap 2 mata; bila sudah cukup kuat, tunas dapat
dipisahkan dengan cara memotong cabangnya.
- Perundukan tempelan batang bawah: dilakukan pada waktu tempelan dibuka (2 minggu) yaitu dengan memotong 2/3 bagian penampang batang bawah, sekitar 2 cm diatas tempelan; bagian atas keratan dibenamkan dalam tanah kemudian ditekuk lagi keatas. Pada tekukan diberi penjepit kayu atau bambu.
2. Setelah rundukan berumur sekitar 4 bulan, dilakukan pemisahan bakal bibit dengan cara memotong miring batang tersebut dibawah keratan atau tekukan. Bekas luka diolesi defolatan.
c) Stek
Stek apel liar berukuran panjang 15-20 cm ( diameter seragam dan lurus), sebelum ditanam bagian bawah stek dicelupkan ke larutan Roton F untuk merangsang pertumbuhan akar. Jarak penanaman 30 x 25 cm, tiap bedengan ditanami dua baris. Stek siap diokulasi pada umur 5 bulan, diameter batang ± 1
cm dan perakaran cukup cukup kuat.
3) Teknik Pembiitan
a) Penempelan
1. Pilih batang bawah yang memenuhi syarat yaitu telah berumur 5 bulan, diameter batang ± 1 cm dan kulit batangnya mudah dikelupas dari kayu.
2. Ambil mata tempel dari cabang atau batang sehat yang berasal dari pohon apel varietas unggul yang telah terbukti keunggulannya. Caranya adalah dengan menyayat mata tempel beserta kayunya sepanjang 2,5-5 cm (Matanya ditengah-tengah). Kemudian lapisan kayu dibuang dengan hati-hati agar matanya tidak rusak
3. Buat lidah kulit batang yang terbuka pada batang bawah setinggi ± 20 cm dari pangkal batang dengan ukuran yang disesuaikan dengan mata tempel. Lidah tersebut diungkit dari kayunya dan dipotong setengahnya.
4. Masukkan mata tempel ke dalam lidah batang bawah sehingga menempel dengan baik. Ikat tempelan dengan pita plastik putih pada seluruh bagian tempelan.
5. Setelah 2-3 minggu, ikatan tempelan dapat dibuka dan semprot/ kompres dengan ZPT. Tempelan yang jadi mempunyai tanda mata tempel berwarna hijau segar dan melekat.
6. Pada okulasi yang jadi, kerat batang sekitar 2 cm diatas okulasi dengan posisi milintang sedikit condong keatas sedalam 2/3 bagian penampang.
Tujuannya untuk mengkonsentrasikan pertumbuhan sehingga memacu pertumbuhan mata tunas.
b) Penyambungan
1. Batang atas (entres) berupa cabang (pucuk cabang lateral).
2. Batang bawah dipotong pada ketinggian ± 20 cm dari leher akar.
3. Potong pucuknya dan belah bagian tengah batang bawah denngan panjang 2-5 cm.
4. Cabang entres dippotong sepanjang ± 15 cm (± 3 mata), daunnya dibuang, lalu pangkal batang atas diiris berbentuk baji. Panjang irisan sama dengan panjang belahan batang bawah.
5. Batang atas disisipkan ke belahan batang bawah, sehingga kambium keduanya bisa bertemu.
6. Ikat sambungan dengan tali plastik serapat mungkin.
7. Kerudungi setiap sambungan dengan kantung plastik. Setelah berumur 2-3 minggu, kerudung plastik dapat dibuka untuk melihat keberhasilan sambungan.
4) Pemeliharaan pembibitan
Pemeliharaan batang bawah meliputi
a) Pemupukan: dilakukan 1-2 bulan sekali dengan urea dan TSP masing-masing 5 gram per tanaman ditugalkan (disebar mengelilingi) di sekitar tanaman.
b) Penyiangan: waktu penyiangan tergantung pada pertumbuhan gulma.
c) Pengairan: satu minggu sekali (bila tidak ada hujan)
d) Pemberantasan hama dan penyakit: disemprotkan pestisida 2 kali tiap bulan dengan memperhatikan gejala serangan. Fungisida yang digunakan adalah Antracol atau Dithane, sedangkan insektisida adalah Supracide atau Decis.
Bersama dengan ini dapat pula diberikan pupuk daun, ditambah perekat Agristic.
5) Pemindahan Bibit
Bibit okulasi grafting (penempelan dan sambungan) dapat dipindahkan ke lapang pada umur minimal 6 bulan setelah okulasi, dipotong hingga tingginya 80-100 cm dan daunnya dirompes.
6.2. Pengolahan Media Tanam
1) Persiapan
Persiapan yang diperlukan adalah persiapan pengolahan tanah dan pelaksanaan survai. Tujuannya untuk mengetahui jenis tanaman, kemiringan tanah, keadaan tanah, menentukan kebutuhan tenaga kerja, bahan paralatan dan biaya yang diperlukan.
2) Pembukaan Lahan
Tanah diolah dengan cara mencangkul tanah sekaligus membersihkan sisa-sisa tanaman yang masih tertinggal.
3) Pembentukan Bedengan
Pada tanaman apel bedeng hampir tidak diperlukan, tetapi hanya peninggian alu penanaman.
4) Pengapuran
Pengapuran bertujuan untuk menjaga keseimbangan pH tanah. Pengapuran hanya dilakukan apabila ph tanah kurang dari 6.
5) Pemupukan
Pupuk yang diberikan pada pengolahan lahan adalah pupuk kandang sebanyak 20 kg per lubang tanam yang dicampur merata dengan tanah, setelah itu dibiarkan selama 2 minggu.
6.3. Teknik Penanaman
1) Penentuan Pola Tanam
Tanaman apel dapat ditanam secara monokultur maupun intercroping. Intercroping hanya dapat dilakukan apabila tanah belum tertutup tajuk-tajuk daun atau sebelum 2 tahun. Tapi pada saat ini, setelah melalui beberapa penelitian intercroping pada tanaman apel dapat dilakukan dengan tanaman yang berhabitat
rendah, seperti cabai, bawang dan lain-lain. Tanaman apel tidak dapat ditanam pada jarak yang terlalu rapat karena akan menjadi sangat rimbun yang akan menyebabkan kelembaban tinggi, sirkulasi
udara kurang, sinar matahari terhambat dan meningkatkan pertumbuhan penyakit. Jarak tanam yang ideal untuk tanaman apel tergantung varietas. Untuk varietas Manalagi dan Prices Moble adalah 3-3.5 x 3.5 m, sedangkan untuk varietas Rome Beauty dan Anna dapat lebih pendek yaitu 2-3 x 2.5-3 m.
2) Pembuatan Lubang Tanam
Ukuran lubang tanam antara 50 x 50 x 50 cm sampai 1 x 1 x 1 m. Tanah atas dan tanah bawah dipisahkan, masing-masing dicampur pupuk kandang sekurangkurangnya 20 kg. Setelah itu tanah dibiarkan selama ± 2 minggu, dan menjelang tanam tanah galian dikembalikan sesuai asalnya.
3) Cara Penanaman
Penanaman apel dilakukan baik pada musim penghujan atau kemarau (di sawah). Untuk lahan tegal dianjurkan pada musim hujan.
Cara penanaman bibit apel adalah sebagai berikut:
a. Masukan tanah bagian bawah bibit kedalam lubang tanam.
b. Masukan bibit ditengah lubang sambil diatar perakarannya agar menyebar.
c. Masukan tanah bagian atas dalam lubang sampai sebatas akar dan ditambah tanah galian lubang.
d. Bila semua tanah telah masuk, tanah ditekan-tekan secara perlahan dengan tangan agar bibit tertanam kuat dan lurus. Untuk menahan angin, bibit dapat ditahan pada ajir dengan ikatan longgar.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penjarangan dan penyulaman
Penjarangan tanaman tidak dilakukan, sedangkan penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau dimatikan kerena tidak menghasilkan dengan cara menanam tanaman baru menggantikan tanaman lama. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada musim penghujan.
2) Penyiangan
Penyiangan dilakukan hanya bila disekitar tanaman induk terdapat banyak gulma yang dianggap dapat mengganggu tanaman. Pada kebun yang ditanami apel dengan jarak tanam yang rapat (± 3×3 m), peniangan hampir tidak perlu dilakukan karena tajuk daun menutupi permukaan tanah sehingga rumput-rumput tidak dapat tumbuh.
3) Pembubunan
Penyiangan biasanya diikuti dengan pembubunan tanah. Pembubunan dimaksudkan untuk meninggikan kembali tanah disekitar tanaman agar tidak tergenang air dan juga untuk menggemburkan tanah. Pembubunan biasanya dilakukan setelah panen atau bersamaan dengan pemupukan.
4) Perempalan/Pemangkasan
Bagian yang perlu dipangkas adalah bibit yang baru ditanam setinggi 80 cm, tunas yang tumbuh di bawah 60 cm, tunas-tunas ujung beberapa ruas dari pucuk, 4-6 mata dan bekas tangkai buah, knop yang tidak subur, cabang yang berpenyakit dan tidak produkrif, cabang yang menyulitkan pelengkungan, ranting atau daun yang menutupi buah. Pemangkasan dilakukan sejak umur 3 bulan sampai didapat bentuk yang diinginkan(4-5 tahun).
5) Pemupukan
a) Pada musim hujan/tanah sawah
b) Bersamaan rompes daun
7. Hama dan Penyakit

7.1. Hama
1) Kutu hijau (Aphis pomi Geer)
Ciri: kutu dewasa berwarna hijau kekuningan, antena pendek, panjang tubuh 1,8 mm, ada yang bersayap ada pula yang tidak; panjang sayap 1,7 mm berwarna hitam; perkembangbiakan sangat cepat, telur dapat menetas dalam 3-4 hari.
Gejala: (1) nimfa maupun kutu dewasa menyerang dengan mengisap cairan selsel
daun secara berkelompok dipermukaan daun muda, terutama ujung tunas muda, tangkai cabang, bunga, dan buah; (2) kutu menghasilkan embun madu yang akan melapisi permukaan daun dan merangsang tumbuhnya jamur hitam (embun jelaga); daun berubah bentuk, mengkerut, leriting, terlambat berbunga, buah-buah muda gugur,jika tidak mutu buahpun jelek.
Pengendalian: (1) sanitasi kebun dan pengaturan jarak tanam (jangan terlalu rapat); (2) dengan musuh alami coccinellidae lycosa; (3) dengan penyemprotan Supracide 40 EC (ba Metidation) dosis 2 cc/liter air atau 1-1,6 liter; (4) Supracide 40 EC dalam 500-800 liter/ha air dengan interval penyemprotan 2 minggu sekali; (5) Convidor 200 SL (b.a. Imidakloprid) dosis 0,125-0,250 cc/liter air; (6) Convidor 200 SL dalam 600 liter/h air dengan interval penyemprotan 10 hari sekali (7) Convidor ini dapat mematikan sampai telur-telurnya; cara penyemprotan dari atas ke bawah. Penyemprotan dilakukan 1-2 minggu sebelum pembungaan dan dilanjutkan 1-1,5 bulan setelah
bunga mekar sampai 15 hari sebelum panen.
2) Tungau, Spinder mite, cambuk merah (panonychus Ulmi)
Ciri: berwarna merah tua, dan panjang 0,6 mm.
Gejala:(1) tungau menyerang daun dengan menghisap cairan sel-sel daun; (2) pada serangan hebat menimbulkan bercak kuning, buram, cokelat, dan mengering; (3) pada buah menyebabkan bercak keperak-perakan atau coklat.
Pengendalian: (1) dengan musah alami coccinellidae dan lycosa; (2) penyemprotan Akarisida Omite 570 EC sebanyak 2 cc/liter air atau 1 liter Akarisida Omite 570 EC dalam 500 liter air per hektar dengan interval 2 minggu.
3) Trips
Ciri: berukuran kecil dengan panjang 1mm; nimfa berwarna putih kekuningkuningan; dewasa berwarna cokelat kehitam-hitaman; bergerak cepat dan bila tersentuh akan segera terbang menghindar.
Gejala: (1) menjerang daun, kuncup/tunas, dan buah yang masih sangat muda; (2) pada daun terlihat berbintikbintik
putih, kedua sisi daun menggulung ke atas dan pertumbuhan tidak normal; (3) daun pada ujung tunas mengering dan gugur (4) pada daun meninggalkan bekas luka berwarna coklat abu-abu.
Pengendalian: (1) secara mekanis dengan membuang telur-telur pada daun dan menjaga agar lingkungan tajuk tanaman tidk
terlalu rapat; (2) penyemprotan dengan insektisida seperti Lannate 25 WP (b.a. Methomyl) dengan dosis 2 cc/liter air atau Lebaycid 550 EC (b.a. Fention) dengan dosis 2 cc/liter air pada sat tanaman sedang bertunas, berbunga, dan pembentukan buah.
4) Ulat daun (Spodoptera litura)
Ciri: larva berwarna hijau dengan garis-garis abu-abu memanjang dari abdomen sampai kepala.pada lateral larva terdapat bercak hitam berbentuk lingkaran atau setengah lingkaran, meletakkan telur secara berkelompok dan ditutupi dengan rambut halus berwarna coklat muda.
Gejala: menyerang daun, mengakibatkan lubang-lubang tidak teratur hingga tulang-tulang daun.
Pengendalian: (1) secara mekanis dengan membuang telur-telur pada daun; (2) penyemprotan dengan penyemprotan seperti Tamaron 200 LC (b.a Metamidofos) dan Nuvacron 20 SCW (b.a. Monocrotofos).
5) Serangga penghisap daun (Helopelthis Sp)
Ciri: Helopelthis Theivora dengan abdomen warna hitam dan merah, sedang HelopelthisAntonii dengan abdomen warna merah dan putih. Serabgga berukuran kecil. Penjang nimfa yang baru menetas 1mm dan panjang serangga dewasa 6-8mm. Pada bagian thoraknya terdapat benjolan yang menyerupai jarum.
Gejala : menyerang pada pagi, sore atau pada saat keadaan berawan; menyerang daun muda, tunas dan buah buah dengan cara menhisap cairan sel; daun yang terserang menjadi coklat dan perkembanganya tidak simetris; tunas yang terserang menjadi coklat, kering dan akhirnya mati; serangan pada buah
menyebabkan buah menjadibercak-bercak coklat, nekrose, dan apabila buah membesar, bagian bercak ini pecah yang menyebebkan kualitas buah menurun.
Pengendalian : (1) secara mekanis dengan cara pengerondongan atap plastik/pembelongsongan buah. (2) Penyemprotan dengan insektisida seperti
Lannate 25 WP (b.a. Metomyl), Baycarb 500 EC (b.a. BPMC), yang dilakukan pada sore atau pagi hari.
6) Ulat daun hitam (Dasychira Inclusa Walker)
Ciri: Larva mempunyai dua jambul dekat kepala berwarna hitam yang mengarah kearah samping kepala. Pada bagian badan terdapat empat jambul yang merupakan keumpulan seta berwarna coklat kehitam-hitaman. Disepanjang kedua sisi tubuh terdapat rambut berwarna ab-abu. Panjang larva 50 mm.
Gejala : menyerang daun tua dan muda; tanaman yang terserang tinggal tulang daundaunnya dengan kerusakan 30%; pada siang hari larva bersembunyi di balik daun.
Pengendalian: (1) secara mekanis dengan membuang telur-telur yang biasanya diletakkan pada daun; (2) penyemprotan insektisida seperti : Nuvacron 20 SCW (b.a. Monocrotofos) dan Matador 25 EC.
7) Lalat buah (Rhagoletis Pomonella)
Ciri: larva tidak berkaki, setelah menetas dari telur (10 hari) dapat segera memakan daging buah. Warna lalat hitam, kaki kekuningan dan meletakkan telur pada buah.
Gejala: bentuk buah menjadi jelek, terlihat benjol-benjol.
Pengendalian: (1) penyemprotan insektisida kontak seperti Lebacyd 550 EC; (2) membuat perangkat lalat jantan dengan menggunakan Methyl eugenol sebanyak 0,1 cc ditetesan pad kapas yang sudah ditetesi insektisida 2 cc. Kapas tersebutkapas tersebut dimasukkan ke botol plastik (bekas air mineral) yang digantungkan ketinggian 2 meter. Karena aroma yang mirip bau-bau yang dikeluarkan betina, maka jantan tertarik dan menhisap kapas.

7.2. Penyakit
1) Penyakit embun tepung (Powdery Mildew)
Penyebab : Padosphaera leucotich Salm. Dengan stadia imperfeknya adalah oidium Sp.
Gejala: (1) pada daun atas tampak putih, tunas tidak normal, kerdil dan tidak berbuah; (2) pada buah berwarna coklat, berkutil coklat.
Pengendalian: (1) memotong tunas atau bagian yang sakit dan dibakar; (2) dengan menyemprotka fungisida Nimrod 250 EC 2,5-5 cc/10 liter air (500liter/Ha) atau Afugan 300 EC 0,5-1 cc/liter air (pencegahan) dan 1-1,5 cc/liter air setelah perompesan sampai tunas berumur 4-5 minggu dengan interval 5-7 hari.
2) Penyakit bercak daun (Marssonina coronaria J.J. Davis)
Gejala : pada daun umur 4-6 minggu setelah perompesan terlihat bercak putih tidak teratur, berwarna coklat, permukaan atas timbul titik hitam, dimulai dari daun tua, daun muda hingga seluruh bagian gugur.
Pengendalian: (1) jarak tanam tidak terlalu rapat, bagian yang terserang dibuang dan dibakar; (2) disemprot
fungisida Agrisan 60 WP 2 gram/liter air, dosis 1000-2000 gram/ha sejak 10 hari setelah rompes dengan interval 1 minggu sebanyak 10 aplikasi atau Delseme MX 200 2 gram/liter air, Henlate 0,5 gram/liter air sejak umur 4 hari setelah rompes dengan interval 7 hari hingga 4 minggu.
3) Jamur upas (Cortisium salmonicolor Berk et Br)
Pengendalian: mengurangi kelembapan kebun, menghilangkan bagian tanaman yang sakit.
4) Penyakit kanker (Botryosphaeria Sp.)
Gejala : menyerang batang/cabang (busuk, warna coklat kehitaman, terkadang mengeluarkan cairan), dan buah (becak kecil warna cokelat muda, busuk, mengelembung, berair dan warna buah pucat.
Pengendalian : (1) tidak memanen buah terlalu masak; (2) mengurangi kelembapan kebun; (3) membuang bagian yang sakit; (4) pengerokkan batang yang sakit lalu diolesi fungisida Difolatan 4 F 100 cc/10 liter air atau Copper sandoz; (5) disemprot Benomyl 0,5 gram/liter air, Antracol 70 WP 2 gram/liter air.
5) Busuk buah (Gloeosporium Sp.)
Gejala: bercak kecil cokelat dan bintik-bintik hitam berubah menjadi orange.
Pengendalian : tidak memetik buah terlalu masak dan pencelupan dengan Benomyl 0,5 gram/liter air untuk mencegah penyakit pada penyimpanan.
6) Busuk akar (Armilliaria Melea)
Gejala : menjerang tanaman apel pada daerah dingin basah, ditandai dengan layu daun, gugur, dan kulit akar membusuk.
Pengendalian: dengan eradifikasi, yaitu membongkar/mencabut tanaman yang terserang beserta akar-akarnya, bekas lubang tidak ditanami minimal 1 tahun.
SEBAGIAN DAFTAR PRODUK OBAT-OBATAN
Nama Obat
Obat Sejenis
Fungsi
Agrosil B
Gandasil B/ Vitablom buah
Pupuk buah/ vitamin buah berbentuk bubuk.
Agrosil D
Vitablom daun
Pupuk daun/ vitamin daun berbentuk bubuk.
Alfatox
Buldox/ Ripcord
Insektisida untuk mencegah dan mengatasi ulat.
Amonite
Decis
Insektisida untuk mencegah ulat, cabuk, dan caper.
Bactocyn
Score/ Amistratop/ Cabrio
Fungisida dan pencegah bakteri berbentuk cair.
Bamex
Agrimec/ Supemex
Insektisida untuk jenis kutu dan trip (keriting daun).
Biochems
Atomic/ Green Tonic
Vitamin daun, buah, dan bunga.
Bionik
Canon
Untuk membasmi kutu-kutuan dan cabuk.
Big Grow
Supragip
Perangsang tumbuh.
Biofert
Atomic/ Green Tonic
Vitamin daun, bunga, buah, dan sebagai hormon anti jamur.
Betador
Conficor
Insektisida berbentuk bubuk untuk cabuk dan trip.
Detanneb
Polaran/ Dithan/ Victory/ Antracol/ Rovral/ Folicur
Fungisida berbentuk bubuk untuk mencegah busuk.
Goldstick
Apsa
Perekat.
Harayin
Progib
Perangsang tumbuh berbentuk cair.
Kaliandra
Durban/ Calliron/ Curacron
Insektisida untuk mengatasi ulat, cabuk, dan caper.
Permata Stick
-
Perekat.
Wendry
Daconil
Fungisida untuk mengatasi busuk.
BAB III ANALISA MASALAH
A.    Masalah
Menurut data yang penulis ketahui dari observasi tersebut, ada beberapa jenis apel lokal seperti apel ana, apel manalagi, apel merah, apel jahor, dan apel wangli. Ada juga apel seperti yang dijual di supermarket yaitu apel Roem Beauty, apel Fuji, dan sebagainya. Yang masih sering kita jumpai hingga saat ini kecuali apel wangli yang mempunyai rasa yang khas dari apel yang lain. Untuk apel ana, cenderung memiliki rasa yang masam dan kulitnya berwarna hijau dengan campuran warna merah yang bening atau mengkilap. Untuk apel manalagi, memiliki rasa yang manis dan kulitnya berwarna hijau mulus. Untuk apel merah, memiliki rasa yang biasa (tidak manis tidak masam) dan kulitnya berwarna merah buram. Untuk apel jahor, tampilannya sangat menarik karena apel jahor ini sangat besar, kulitnya berwarna hijau buram ada garis-garis berwarna sedikit merah, dan memiliki rasa yang sedikit masam dan seperti rasa buah salak yang masih mentah (sepet).
Hasil panen kebun apel di daerah Junggo, tepatnya di RT: 02/ RW:10:
Jenis Apel
Bulan Panen
Hasil Panen (kg)
Manalagi


Januari, 2009
176
Juli, 2009
160
Januari, 2010
160
Juli, 2010
152
Januari, 2011
84
Ana


Januari, 2009
30
Juli, 2009
30
Januari, 2010
24
Juli, 2010
18
Januari, 2011
12
BS (Barang Sutiran)
Januari, 2009
13
Juli, 2009
28
Januari, 2010
30
Juli, 2010
35
Januari, 2011
55









Jika disajikan dalam grafik ialah sebagai berikut:
Hasil atau produksitas apel mengalami penurunan sesuai dengan data yang penulis peroleh dari Bapak Teguh Wahyudi, petani apel setempat.
B. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalahnya ialah dengan cara:
a. Peningkatan Daya Dukung Lahan.
Pemberian pupuk organis adalah untuk meningkatkan kesuburan fisik, biologis dan kimiawi tanah. Fisik tanah yang remah dan dengan rongga tanah yang cukup sangat dibutuhkan oleh akar tanaman dan baik untuk tempat hidup mikroorghanisme tanah.
Kesuburan biologis yang cukup, akan menjamin ketersediaan unsur hara bagi tanaman dan pengendalian penyakit perakaran oleh agens antagonis. Adanya kehidupan serangga pengurai dalam tanah sangat membantu dalam pelestarian musuh alami (sebagai pakan selain hama).
Kesuburan kimiawi adalah tersedianya unsur hara tanaman dalam jumlah dan jenis yang cukup sesuai pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik yang tepat akan menyediakan unsur hara sesuai kebutuhan tanaman baik dalam jumlah maupun jenisnya. Dosis pupuk organik yang dibutuhkan tanaman berdasarkan hasil uji tanah adalah 30 – 50 kg per pohon. Namun, sebagian besar petani masih memberikan pupuk organik dibawah 10 kg per tanaman.
b. Perbaikan kualitas tanaman.
Kegiatan ini ditujukan untuk mengganti cabang-cabang yang sudah tua dan ada kerusakan jaringan akibat penggunaan pestisida sistemik yang berlebihan maupun oleh faktor lain. Dengan adanya cabang baru yang sehat, diharapkan akan menghasilkan buah dan daun yang lebih baik.  Pada keadaan tertentu, juga dilakukan pangkas pohon pokok (pangkas habis) pada tanaman apel yang batang pokoknya rusak akibat serangan penyakit. Kegiatan ini ternyata mampu menumbuhkan batang baru yang sehat dan lebih baik. Pada batang pohon yang mengalami kerusakan parah hingga ke akar tanaman, maka dilakukan pembongkaran untuk mencegah penularan penyakit dan untuk penjarangan pohon agar jarak tanamnya lebih baik.
c. Perbaikan kualitas kebun.
Apel membutuhkan ketersediaan air secara terus menerus, tetapi tidak tahan terhadap genangan air (air jenuh). Dalam kondisi daya serap tanah terhadap air rendah, sangat diperlukan adanya sistem irigasi yang baik untuk menjamin ketersediaan air. Saat ini, pada salah satu kebun telah ada rancang bangun sistem irigasi tetes yang dibuatkan oleh Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Penyiangan kebun dilakukan untuk memanen hijauan sumber bahan organik sehingga tidak perlu dengan pencangkulan yang dalam maupun dengan herbisida. Sisakan sebagian gulma untuk penutup tanah, tempat hidup beberapa serangga dan mencegah erosi permukaan tanah. Penyiangan sebaiknya dilakukan dengan membabat gulma sebelum menghasilkan biji.
Untuk meningkatkan keragaman serangga dan sekaligus untuk melestarikan musuh alami dalam rangka menjaga keseimbangan agroekosistem perlu dilakukan penanaman beberapa tanaman non apel, baik sebagai penutup tanah, sumber bahan organik serta sebagai barier atau tanaman pagar.
d. Pemanfaatan dan pelestarian musuh alami
Salah satu faktor yang menyebabkan usahatani menjadi mahal dan tidak efisien adalah tidak adanya atau sangat rendahnya populasi musuh alami. Sehingga sangat banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk menggantikan peran musuh alami dalam menekan populasi hama. Untuk memancing kehadiran seerangga dewasa musuh alami, perlu penanaman tanaman yang berbunga, namun perlu diperhitungkan kehadiran hama Thrips yang juga menyukai bunga.
Musuh alami secara umum lebih peka terhadap pestisida, oleh sebab itu dalam aplikasi pestisida (insektisida) lebih baik menggunakan yang berspektrum sempit dan jika diperlukan lakukan aplikasi spot-spot. Akan lebih baik jika menggunakan pestisida nabati dengan memanfaatkan tanaman yang ada. Pengendalian hama juga dapat dilakukan dengan cendawan entomopatogen yaitu Beauveria bassiana atau Metarhizium sp (keduanya telah dieksplorasi dari kebun apel). Untuk pengendalian penyakit digunakan bubur california (BC). Strategi penggunaan BC adalah dengan aplikasi dini berdasarkan suhu dan kelembaban serta arah angin, fase pertumbuhan tanaman dan serangan di kebun sekitar (sumber inokulum di hamparan). Hal ini perlu dilakukan karena keterlambatan aplikasi dapat mengakibatkan tidak efektifnya penggunaan BC dan belum adanya pengendali alami akibat penggunaan fungisida yang tinggi pada waktu yang lalu.
Pada tanah dengan kandungan bahan organik rendah, tanaman akan mudah terserang penyakit perakaran  atau tular tanah. Oleh sebab itu, pemberian bahan organik sebaiknya ditambahkan mikroorganisme yang mampu mengendalikan serangan penyakit dan berfungsi sebagai perombak atau pengurai yang membantu ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Mikroorganisme yang telah digunakan adalah Trichoderma sp (telah dieksplorasi dari kebun apel), Gliocladium sp dan Pseudomonas flourescens.
Kegiatan tersebut diatas, ditujukan untuk menciptakan keadaan lahan yang sehat, mampu mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat dan ekosistem yang baik. Kegiatan budidaya lainnya tetap dilakukan sebagaimana biasa, namun dengan dasar pemikiran dan tujuan yang berbeda.
  1. Penyiangan, dilakukan untuk mengurangi kelembaban, sebagai sumber bahan organik, dan disisakan untuk tempat hidup musuh alami (refugia). Dilakukan dengan cara membabat (sabit), dihindari pencangkulan yang dalam untuk mencegah erosi permukaan tanah, penahan aliran air.
  2. Pengairan, dilakukan untuk menjaga agar air dalam keadaan tersedia bagai tanaman. Hindari cara leb-leban (penggenangan) yang dapat berpengaruh buruk terhadap perakaran. Jika diperlukan dengan cara dikocor atau sistem irigasi tetes. Sistem drainase yang baik, agar saat musim hujan air mudah mengalir.
  3. Perompesan, jangan terlalu dekat atau terlalu lama dari masa panen. Sebaiknya dilakukan ketika bakal tunas telah siap dan perlu dilakukan pemupukan sebelumnya agar tanaman memiliki cukup cadangan energi untuk pertunasan. Hindari perompesan daun dengan cara dibakar(dengan bahan kimia, misal pupuk N) karena dapat merusak jaringan kulit batang dan memudahkan pertumbuhan penyakit. Perompesan daun dilakukan secara manual (dengan tangan) dengan hati-hati dan hasil rompesan digunakan sebagai sumber bahan organik.
  4. Pemangkasan, dilakukan setelah perompesan dengan tujuan mengatur percabangan untuk dibuahkan maupun untuk mengurangi kelembaban, dan membuang sumber inokulum (penyakit) serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber energi (unsur hara dan sinar matahari). Dalam pemangkasan, diupayakan sepertiganya adalah untuk menghasilkan percabangan baru yang pada musim berikutnya dibuahkan. Cara pemangkasan harus tepat (dekat knop/bakal tunas jika untuk pembungaan) dan diatur sedemikian rupa agar munculnya bunga merata pada seluruh sisi pohon dengan harapan semua buah mendapat pencahayaan yang cukup.
  5. Pada tanaman yang belum menghasilkan, pemangkasan dilakukan untuk membentuk tajuk tanaman yang baik. Hasil pangkasan dapat digunakan sebagai sumber bahan organik (dicacah dan diproses) atau untuk keperluan lain. Jika sisa pangkasan banyak terdapat sumber penyakit,  maka harus segera dikeluarkan dari kebun atau dibakar.
  6. Pelengkungan cabang, dilakukan untuk menyerempakkan pertumbuhan tunas lateral sehingga pembungaan relatif seragam. Kegiatan ini dapat dilakukan jika jarak tanam memenuhi syarat. Pada jarak tanam yang rapat, cara ini tidak banyak dilakukan.
  7. Penjarangan buah, perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah (ukuran, penampakan). Kegiatan ini dilakukan jika buah terlalu banyak pada umur 2-3 bulan. Jumlah buah yang banyak dalam satu tunas dapat terjadi jika digunakan ZPT atau pemangkasan yang tidak tepat (banyak tunas yang tidak berbunga) sehingga buah menngumpul pada beberapa tunas saja. Penjarangan buah harus didasari keyakinan bahwa pengurangan jumlah buah tidak akan berpengaruh nyata pada bobot hasil. Dengan penjarangan akan dihasilkan buah yang lebih berkualitas dan memiliki harga jual lebih baik, sehingga meningkatkan pendapatan petani.
  8. Pembelongsongan buah, dilakukan 3 bulan sebelum panen pada apel manalagi. Pembelongsongan dilakukan menggunakan kertas minyak atau bekas buku telpon dengan tujuan untuk mendapatkan warna kulit buah tetap mulus dan terhindar dari serangan burung atau kelelawar.
  9. Panen, sebaiknya dilakukan pada saat buah matang secara fisiologis. Jika panen dilakukan saat buah belum siap akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman dan pembungaan pada musim berikutnya. Biasanya tanaman akan menghasilkan tunas vegetatif yang berlebihan dan pembungaan pada musim berikutnya akan kesulitan (banyak yang tidak jadi buah). Cara panen harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kerusakan tanaman dan kerusakan buah.
  10. Perlakuan khusus dilakukan dengan memberikan zat hormonal tertentu disertai beberapa nutrisi mikro yang hanya dilakukan pada saat berbunga pada musim hujan dengan tujuan mempertahankan bunga agar menjadi buah. Perlakuan ini diperlukan jika hujan cukup lebat, berlangsung lama pada siang hari dan tanaman belum sehat sepenuhnya.









BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dari pemecahan problematika penurunan produksitas buah apel yakni para petani generasi muda sekarang harus lebih jeli, ulet, teliti, dan terampil dalam hal pengembangan budidaya apel serta memperhatikan hal-hal apa saja yang dapat mengganggu produksitas buah apel seperti, cuaca yang tidak menentu, dan sebagainya. Terus berinovasi menciptakan buah apel dengan kualitas yang tinggi dan tidak lupa memperhatikan hal-hal yang dapat menunjang pertumbuhan buah apel. Hal tersebut untuk mengatasi tingkat produksitas buah apel agar mengalami kenaikan. Serta menunjang pertanian di Indonesia, khususnya untuk petani apel di Kota Batu dan sekitarnya.
B.     Saran
Sebaiknya perlu mengembangkan cara budidaya dari tidak organik menjadi organik seperti di bawah ini:
                       CARA BUBIDAYA MENUJU ORGANIK
No
Aspek Budidaya
Tidak Organik
Menuju Organik
1.
Pemupukan
Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara khususnya makro (kesuburan kimia)
Pupuk Kimia sebagai unsur utama
Sesuai rekomendasi umum
Untuk menjaga kesuburan fisik, biologi dan kimia tanah
Pupuk Organik sebagai unsur utama
Didasari oleh hasil pengujian tanah
2.
Perompesan
Dibakar dengan bahan kimia tertentu
Secara manual
3.
Pemangkasan
Diutamakan untuk tunas dan bunga muncul sebanyak-banyaknya.
Membuang cabang yang sakit (tidak menghasilkkan)
Untuk kesehatan tanaman dengan pengaturan cabang dan ranting agar maksimal mendapat cahaya dan ruang tumbuh, serta untuk mengurangi kelembaban
Meminimalkan inokulum awal
4.
Penggunaan ZPT dan pupuk daun
Aplikasi ZPT untuk tunas dan bunga muncul lebih banyak dan serempak.
Mencegah kerontokan bunga maupun buah
Untuk keserempakan munculnya bunga
5.
Penyiangan
Gulma dimatikan, lahan bersih dari gulma
Sisakan gulma dan dipanen untuk bahan pupuk organik
6.
Penyiraman
Tergenang (jenuh) bahkan  menggenangi leher akar atau kekurangan air
Tidak tergenang (tersedia) didukung oleh daya serap air oleh tanah dan sistem irigasi yang baik
7.
Penjarangan buah
Dilakukan untuk buah yang sakit
Untuk meningkatkan kualitas buah (jika menggunakan perangsang pembungaan).
8.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Mengandalkan pestisida kimiawi
Bagian integral seluruh proses budidaya
Mengutamakan peran pengendali alami
Mengkombinasikan berbagai cara pengendalian
Pestisida kimiawi sebagai alternatif terakhir.
Mengendalikan (menekan) populasi bukan memusnahkan
9.
Panen
Panen belum saat matang fisiologis
Dipanen saat matang secara fisiologis
Akan tetapi, penerapan pertanian organik pada dasarnya tidak dapat dilakukan sekaligus dalam waktu yang singkat. Tetapi harus dalam tahapan proses yang berimbang antara kondisi tanah, tanaman, perkembangan agroekosistem, dan lingkungan. Jika penerapan pertanian organik pada tanaman apel diterapkan secara langsung (langsung tanpa menggunakan bahan an organik) akan rawan kegagalan, karena agroekosistem belum siap (unsur penyusun belum berfungsi optimal) dan ekosistem sekitar belum mampu mendukung.
            Dan agar petani muda generasi sekarang lebih pintar dalam menangani apel dan lebih kreatif.




Lampiran: